Thursday 30 March 2017

Althaf Alkhwarizmi Dwiherdi; Gestational Week 0 - Week 39

This is the story :)

Alm Althaf adalah kehamilan Bunda yang ke-3. Kehamilan pertama adalah Azka, kehamilan kedua abortus spontanea usia 6 weeks, dan sebulan kemudian Bunda langsung hamil Althaf.

Bismillah

Walau pahit karena harus mengungkap kembali kesalahan sendiri, namun tetap harus ditulis. Paling tidak, hati menjadi lega. Karena Bunda percaya, bahwa menulis adalah suatu bentuk terapi.

Setelah kehamilan kedua abortus spontanea itu, rasa sedih dan bersalah menggelayuti Bunda. Dan keguguran itu rasanya sakit. Walaupun tidak dikuret, tetapi Bunda harus minum obat untuk 'membersihkan' kandungan. Efeknya, perut Bunda terasa diremas-remas. Sakit. Mau istirahat tetapi tidak bisa, karena waktu itu Bunda masih tinggal di rumah Uti, dan tidak enak rasanya sama Uti jika Bunda tidur-tiduran sedangkan Uti berlelah meng-handle Azka.

Sejatinya Bunda ingin 'istirahat' dulu dari proses kehamilan. namun, dokter kandungan membolehkan, dan Abi juga berfikir tidak apa-apa, maka tidak ada upaya pencegahan kehamilan pasca keguguran itu. Lalu, Bunda pun hamil. Dihandle oleh dokter yang juga menangani kasus keguguran Bunda. Ada sedikit kesulitan untuk menghitung usia kandungan, karena Bunda tidak melewati fase menstruasi setelah keguguran.

Di sekitar week 12, kami menempati rumah kami di Jati Asih. Sebenarnya, Bunda pribadi, inginnya menempati rumah baru setelah melahirkan. Tetapi karena rumah sudah siap huni, tidak ada yang perlu ditunggu, dan Bunda juga tau ini adalah impiannya Abi untuk hidup mandiri tidak menumpang pada orang tua ataupun mertua, maka kami pun pindahan. Entah karena membaca buku bahwa pindahan rumah itu adalah suatu event yang  dapat mempengaruhi emosi, atau karena memang belum siap, Bunda cukup shock dengan kehidupan baru di rumah itu. Azka yang rewel karena harus berpisah dengan Uti Akung, PRT yang biasanya berurusan dengan Uti kali ini langsung berurusan dengan Bunda, dan yang paling parang, adalah ketidaksiapan untuk dipanggil sebagai 'Bu Hani' oleh orang sekitar. Karena sewaktu di rumah Uti, bunda dipanggil dengan nama Bunda, karena di situlah para tetangga mengenal masa kecil bunda hingga Bunda punya anak. He..he.. lucu jga ya. Ini memang impact dari ketidakmandirian Bunda pada waktu itu.

Week demi week berjalan. Sampai sekitar menjelang week 30, dr Dwi Rasyanti SpOG, mengindikasikan adanya gangguan dalam janin Bunda. Berat janinnya di bawah ukuran. Akhirnya diberikanlah Bunda vitamin, susu penambah berat badan (sejenis p*di*s*re) dan Bunda disuruh makan lebih banyak porsinya. Dua pekan setelahnya, Bunda kontrol lagi. Hasilnya tidak terlalu memuaskan. dr Dwi merekomendasikan Bunda untuk USG 4 dimensi atau fetomaternal. Sekanrionya adalah, jika memang ada masalah dengan janin, maka di week 33 Bunda akan diberikan suntikan penguatan paru, dan janin akan dilahirkan via induksi. dr Dwi memberikan surat pengantar ke dr ahli fetomaternal. Dengan tambahan kosa kata 'segera'.

Bicara kata induksi, ini kata yang traumatis untuk Bunda. Teringat lagi partusnya Azka yang harus diinduksi karena Bu Dokter ingin mempercepat proses partus karena keesokan harinya Beliau harus cuus ke India untuk seminar (rrgh.... kesal kalau ingat itu. Kesal akrena Bunda kurang ilmu dan tidak percaya diri untuk membiarkan proses partusnya berjalan normal). Impactnya adalah robekan akibat persalinannya sampai ke rectum, dan nyerinya luar biasa bertahan dalam dua pekan pasca melahirkan. 

Bunda dan Abi pun membuat janji dengan dr Saroyo. Tapi pemeriksaan itu tidak pernah terjadi. bunda mendapat antrian nomor 7. Beliau praktek malam hari. Yang seharusnya jam 19.00 sudah mulai praktek, hingga 19.30 belum juga dimulai. Abi sudah mulai gelisah. Mungkin karena lelah juga. Abi kasihan dengan Bunda, karena sudah malam, perjalanan pulang juga lumayan jauh, dan besok masih harus ngantor. Akhirnya kami urun memeriksakan diri. Tapi kami memutuskan untuk mencari second opinion ke dokter lain.

Akhir pekan itu, kami berangkat ke dr X di rumah sakit Y. kami jelaskan semua casenya. lalu cek USG, dan dr X menjelaskan bahwa bayinya tidak apa-apa. Ada beda perhitungan umur kandungan antara dr X dan dr Dwi Rasyanti. Hari-hari selanjutnya, kami kontrol ke dr X.

Dan tibalah di week 39, saat partus. Ini yang terjadi.
Semua adalah Qadarullah. Bisikan hati 'coba ya begini begitu', 'seharusnya ini itu', itu semua adalah ulah syaithon agar manusia surut keikhlasannya menerima takdir Allah.

Semoga yang membaca dapat mengambil pelajaran dari kisah ini. Aamiin.

No comments:

Powered By Blogger