Monday 28 May 2012

Comment Polos Seorang Ibu

This is the story :)

Dalam suatu perbicangan di weekend antara bunda dan teman-teman, kami sempat menyinggung perihal lady gaga, artis luar negeri yang penyelenggaraan concert-nya di negeri ini mengundang kontroversi.

Bunda tidak terlampau menghiraukan artis tersebut. Alasan Bunda adalah mendasar saja, siapapun artisnya, baik yang 'OK' secara kualitas maupun yang disukai secara subyektif oleh penggemarnya, Bunda & Abi sepakat bahwa merogoh kocek untuk sekedar hiburan dua jam tanpa efek jangka panjang (apalagi tanpa manfaat) adalah hal mubazir. Apalagi mengingat  banyak family, saudara-saudara yangmasih kelaparan, anak-anak yang masih tidak bisa sekolah. InsyaALLAH statement ini bukan karena penghasilan kami yang tidak bisa menyediakan budget untuk hiburan semacam ini lho.. Insya ALLAH ngga, karena kami pun ga kepengen melihatnya, bahkan apabila disiarkan di TV pun (yang gratisan), kami pun ga akan menontonnya, karena emang kami ga terlalu suka. 

Nah, mengenai artis perempuan tadi, ada teman bunda, ibu dari lima anak yang berkomentar begini...

Di TV, internet kok rame banget lady gaga ya? Saya kok ga pengen tau (ga cari-cari info di intrnet maksudnya) orangnya kaya apa, sampai saya baca berita di koran kalo lady gaga itu bajunya dari daging, parfumnya aroma darah n sperma; Lho.. kaya begitu orang apa bukan sih? Wong kita aja geli ya kalo bau darah gitu. Aneh.. udah gitu mau ngedatengin orangnya lagi ke sini. Dan lagi emangnya kita akan bangga kalau anak kita niru-niru kaya gitu? 

Ahaaa!! Emang paling ok komentar teman Bunda yang satu ini. Bahasanya cerdas, lugas, tegas, logis, dan strict to the point. Ga mencla-mencle atas nama seni, kreativitas, kebebasan berekspresi, de el el.

Bunda sangat menyayangkan karena rasanya banyak anak muda yang ingin menonton figur artis tersebut. Padahal ga ada manfaat yang bisa diambil dari menontonnya.

Ya ALLAH, lindungilah saudara-saudara kami, anak-anak kami, dari hal-hal yang tidak berguna, yang menyebabkan waktu mereka sia-sia. Amiin.

Friday 25 May 2012

Menulis Lagi

This is the story :)

Sudah lama sekali rasanya Bunda ga menulis, kecuali blog. Tadi malam, Bunda menulis dalam rangka ingin ikut lomba menuslis yang caranya simple banget. Durasinya dua jam (mulai sekitar jam 01.00 - 03.00, dan tulisannya lima halaman (dipaksakan hanya lima halaman, sesuai batas halaman maksimal yang dilombakan. he..he..). Eh tapi efeknya, paginya Bunda mengantuk sangat. ha..ha..

Wah, ternyata menulis itu 'menggerakkan' otak Bunda. He..he.. Sering deh dalam keseharian kita melihat sesuatu yang 'ga biasa', dari yang simple ataupun yang rada rumit. Dan yang kita lihat itu sebenarnya bisa menjadi ide tulisan, asalkan kita peka. (eitss... ini bukan teori ilmiahnya bunda, ini berdasarkan apa yang udah pernah Bunda alami azha ya.. silakan setuju dan feel free untuk menolak).

Ayoo niatnya dikuatkan... Niat konsisten menulis yang 'benar'. Kenapa pakai benar, karena beda dengan menulis blog. Menulis blog ini Bunda sampaikan apa adanya yang di depan mata saja. Bunda tidak perlu mengkonstruksi sebuah tema, alur, dll. Feel free wae' lah. :)

Ayoo Bund, latihan yang bener, biar kualitas tulisannya jadi bagus, biar bisa menebar manfaat lewat tulisan!. Amiin.

Anak-Anak Karbitan ~ Early ripe, early rot!

This is the story :)

Artikel ini Bunda copy-paste dari status fb seorang teman. Nama penulisnya Bunda cantumkan di awal artikel ini. Artikelnya cukup panjang, mungkin membacanya akan lebih nyaman dalam bentuk print out.

Anak-Anak Karbitan ~ Early ripe, early rot!

Oleh Dewi Utama Faizah,
bekerja di Direktorat pendidikan TK dan SD Ditjen Dikdasmen, Depdiknas,
Program Director untuk Institut Pengembangan Pendidikan Karakter divisi dari Indonesian Heritage Foundation.


Anak-anak yang Digegas Menjadi Cepat Mekar, Cepat Matang, Cepat Layu…

Pendidikan bagi anak usia dini sekarang tengah marak-maraknya. Dimana mana orang tua merasakan pentingnya mendidik anak melalui lembaga persekolahan yang ada. Mereka pun berlomba untuk memberikan anak-anak mereka pelayanan pendidikan yang baik. Taman kanak-kanak pun berdiri dengan berbagai rupa, di kota hingga ke desa. Kursus-kursus kilat untuk anak-anak pun juga bertaburan di berbagai tempat. Tawaran berbagai macam bentuk pendidikan ini amat beragam. Mulai dari yang puluhan ribu hingga jutaan rupiah per bulannya. Dari kursus yang dapat membuat otak anak cerdas dan pintar berhitung, cakap berbagai bahasa, hingga fisik kuat dan sehat melalui kegiatan menari, main musik dan berenang. Dunia pendidikan saat ini betul-betul penuh dengan denyut kegairahan. Penuh tawaran yang menggiurkan yang terkadang menguras isi kantung orangtua …

Captive market! Kondisi diatas terlihat biasa saja bagi orang awam. Namun apabila kita amati lebih cermat, dan kita baca berbagai informasi di internet dan literatur yang ada tentang bagaimana pendidikan yang patut bagi anak usia dini, maka kita akan terkejut! Saat ini hampir sebagian besar penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak usia dini melakukan kesalahan. Di samping ketidak-patutan yang dilakukan oleh orang tua akibat ketidak-tahuannya!


Anak-Anak Yang Digegas…

Ada beberapa indikator untuk melihat berbagai ketidak-patutan terhadap anak. Diantaranya yang paling menonjol adalah orientasi pada kemampuan intelektual secara dini. Akibatnya bermunculanlah anak-anak ajaib dengan kepintaran intelektual luar biasa. Mereka dicoba untuk menjalani akselerasi dalam pendidikannya dengan memperoleh pengayaan kecakapan-kecakapan akademik di dalam dan di luar sekolah.

Kasus yang pernah dimuat tentang kisah seorang anak pintar karbitan ini terjadi pada tahun 1930, seperti yang dimuat majalah New Yorker. Terjadi pada seorang anak yang bernama William James Sidis, putra seorang psikiater. Kecerdasan otaknya membuat anak itu segera masuk Harvard College walaupun usianya masih 11 tahun. Kecerdasannya dibidang matematika begitu mengesankan banyak orang. Prestasinya sebagai anak jenius menghiasi berbagai media masa. Namun apa yang terjadi kemudian? James Thurber seorang wartawan terkemuka pada suatu hari menemukan seorang pemulung mobil tua, yang tak lain adalah William James Sidis. Si anak ajaib yang begitu dibanggakan dan membuat orang banyak berdecak kagum pada beberapa waktu silam.

Kisah lain tentang kehebatan kognitif yang diberdayakan juga terjadi pada seorang anak perempuan bernama Edith. Terjadi pada tahun 1952, dimana seorang Ibu yang bemama Aaron Stern telah berhasil melakukan eksperimen menyiapkan lingkungan yang sangat menstimulasi perkembangan kognitif anaknya, sejak si anak masih berupa janin. Baru saja bayi itu lahir ibunya telah memperdengarkan suara musik klasik di telinga sang bayi. Kemudian diajak berbicara dengan mcnggunakan bahasa orang dewasa. Setiap saat sang bayi dikenalkan kartu-kartu bergambar dan kosa kata baru. Hasilnya sungguh mencengangkan! Di usia 1 tahun Edith telah dapat berbicara dengan kalimat sempurna. Di usia 5 tahun Edith telah menyelesaikan membaca Ensiklopedi Britannica. Usia 9 tahun ia membaca enam buah buku dan koran New York Times setiap harinya. Usia 12 tahun dia masuk universitas. Ketika usianya menginjak 15 tahun ia menjadi guru matematika di Michigan State University. Aaron Stem berhasil menjadikan Edith anak jenius karena terkait dengan kapasitas otak yang sangat tak berhingga. Namun khabar Edith selanjutnya juga tidak terdengar lagi ketika ia dewasa. Banyak kesuksesan yang diraih anak saat ia menjadi anak, tidak menjadi sesuatu yang bemakna dalam kehidupan anak ketika ia menjadi manusia dewasa.

Berbeda dengan banyak kasus legendaris orang-orang terkenal yang berhasil mengguncang dunia dengan penemuannya. Di saat mereka kecil mereka hanyalah anak-anak biasa yang terkadang juga dilabel sebagai murid yang dungu. Seperti halnya Einstein yang mengalami kesulitan belajar hingga kelas 3 SD. Dia dicap sebagai anak bebal yang suka melamun.

Selama berpuluh-puluh tahun orang begitu yakin bahwa keberhasilan anak di masa depan sangat ditentukan oleh faktor kognitif. Otak memang memiliki kemampuan luar biasa yang tiada berhingga. Oleh karena itu banyak orangtua dan para pendidik tergoda untuk melakukan “Early Childhood Training“. Era pemberdayaan otak mencapai masa keemasannya. Setiap orangtua dan pendidik berlomba-lomba menjadikan anak-anak mereka menjadi anak-anak yang super (Superkids). Kurikulum pun dikemas dengan muatan 90 % bermuatan kognitif yang memfungsikan belahan otak kiri. Sementara fungsi belahan otak kanan hanya mendapat porsi 10% saja. Ketidak-seimbangan dalam memfungsikan ke dua belahan otak dalam proses pendidikan di sekolah sangat mencolok. Hal ini terjadi sekarang dimana-mana, di Indonesia.


“Early Ripe, Early Rot…!”

Gejala ketidak-patutan dalam mendidik ini mulai terlihat pada tahun 1990 di Amerika. Saat orangtua dan para profesional merasakan pentingnya pendidikan bagi anak-anak semenjak usia dini. Orangtua merasa apabila mereka tidak segera mengajarkan anak-anak mereka berhitung, membaca dan menulis sejak dini maka mereka akan kehilangan “peluang emas” bagi anak-anak mereka selanjutnya. Mereka memasukkan anak-anak mereka sesegera mungkin ke Taman Kanak-kanak (Pra Sekolah). Taman Kanak-kanak pun dengan senang hati menerima anak-anak yang masih berusia di bawah usia 4 tahun. Kepada anak-anak ini gurunya membelajarkan membaca dan berhitung secara formal sebagai pemula.

Terjadinya kemajuan radikal dalam pendidikan usia dini di Amerika sudah dirasakan saat Rusia meluncurkan Sputnik pada tahun 1957. Mulailah “Era Headstart” merancah dunia pendidikan. Para akademisi begitu optimis untuk membelajarkan wins dan matematika kepada anak sebanyak dan sebisa mereka (tiada berhingga). Sementara mereka tidak tahu banyak tentang anak, apa yang mereka butuhkan dan inginkan sebagai anak.

Puncak keoptimisan era Headstart diakhiri dengan pernyataan Jerome Bruner, seorang psikolog dari Harvard University yang menulis sebuah buku terkenal “The Process of Education” pada tahun 1990, la menyatakan bahwa kompetensi anak untuk belajar sangat tidak berhingga. Inilah buku suci pendidikan yang mereformasi kurikulum pendidikan di Amerika . “We begin with the hypothesis that any subject can be taught effectively in some intellectually honest way to any child at any stage of development“. Inilah kalimat yang merupakan hipotesis Bruner yang disalah-artikan oleh banyak pendidik, yang akhirnya menjadi bencana! Pendidikan dilaksanakan dengan cara memaksa otak kiri anak sehingga membuat mereka cepat matang dan cepat busuk… early ripe, early rot!

Anak-anak menjadi tertekan. Mulai dari tingkat pra sekolah hingga usia SD. Di rumah para orangtua kemudian juga melakukan hal yang sama, yaitu mengajarkan sedini mungkin anak-anak mereka membaca ketika Glenn Doman menuliskan kiat-kiat praktis membelajarkan bayi membaca.

Bencana berikutnya datang saat Arnold Gesell memaparkan konsep “kesiapan-readiness” dalam ilmu psikologi perkembangan temuannya yang mendapat banyak decakan kagum. Ia berpendapat tentang “biological limitations on learning‘. Untuk itu ia menekankan perlunya dilakukan intervensi dini dan rangsangan intelektual dini kepada anak agar mereka segera siap belajar apapun.

Tekanan yang bertubi-tubi dalam memperoleh kecakapan akademik di sekolah membuat anak-anak menjadi cepat mekar. Anak-anak menjadi “miniatur orang dewasa “. Lihatlah sekarang, anak-anak itu juga bertingkah polah sebagaimana layaknya orang dewasa. Mereka berpakaian seperti orang dewasa, berlaku pun juga seperti orang dewasa. Di sisi lain media pun merangsang anak untuk cepat mekar terkait dengan musik, buku, film, televisi, dan internet. Lihatlah maraknya program teve yang belum pantas ditonton anak anak yang ditayangkan di pagi atau pun sore hari. Media begitu merangsang keingin-tahuan anak tentang dunia seputar orang dewasa, sebagai seksual promosi yang menyesatkan. Pendek kata media telah memekarkan bahasa, berpikir dan perilaku anak tumbuh kembang secara cepat.

Tapi apakah kita tahu bagaimana tentang emosi dan perasaan anak? Apakah faktor emosi dan perasaan juga dapat digegas untuk dimekarkan seperti halnya kecerdasan? Perasaan dan emosi ternyata memiliki waktu dan ritmenya sendiri yang tidak dapat digegas atau dikarbit. Bisa saja anak terlihat berpenampilan sebagai layaknya orang dewasa, tetapi perasaan mereka tidak seperti orang dewasa. Anak-anak memang terlihat tumbuh cepat di berbagai hal tetapi tidak di semua hal. Tumbuh mekarnya emosi sangat berbeda dengan tumbuh mekarnya kecerdasan (intelektual) anak. Oleh karena perkembangan emosi lebih rumit dan sukar, terkait dengan berbagai keadaan, Cobalah perhatikan, khususnva saat perilaku anak menampilkan gaya “kedewasaan “, sementara perasaannya menangis berteriak sebagai “anak”.

Seperti sebuah lagu popular yang pernah dinyanyikan suara emas seorang anak laki-laki “Heintje” di era tahun 70-an… I’m nobody’s Child;

I’m nobody’s child; I’m nobody’s child;
I’m nobodys child; Just like a flower; I’m growing wild;
No mummy’s kisses and no daddy’s smile;
Nobody’s touched me; I’m nobody’s child …

Dampak berikutnya terjadi … ketika anak memasuki usia remaja. Akibat negatif lainnya dari anak-anak karbitan terlihat ketika ia memasuki usia remaja. Mereka tidak segan segan mempertontonkan berbagai macam perilaku yang tidak patut. Patricia O’Brien menamakannya sebagai “The Shrinking of Childhood“.

“Lu belum tahu ya… bahwa gue telah melakukan segalanya”, begitu pengakuan seorang remaja pria berusia 12 tahun kepada teman-temannya. “Gue tahu apa itu minuman keras, drug, dan seks ” serunya bangga.

Berbagai kasus yang terjadi pada anak-anak karbitan memperlihatkan bagaimana pengaruh tekanan dini pada anak akan menyebabkan berbagai gangguan kepribadian dan emosi pada anak. Oleh karena ketika semua menjadi cepat mekar…. kebutuhan emosi dan sosial anak jadi tak dipedulikan! Sementara anak sendiri membutuhkan waktu untuk tumbuh, untuk belajar dan untuk berkembang, … sebuah proses dalam kehidupannya !

Saat ini terlihat kecenderungan keluarga muda lapisan menengah ke atas yang berkarier di luar rumah tidak memiliki waktu banyak dengan anak-anak mereka. Atau pun jika si ibu berkarier di dalam rumah, ia lebih mengandalkan tenaga “baby sitter” sebagai pengasuh anak-anaknva. Colette Dowling menamakan ibu-ibu muda kelompok ini sebagai “Cinderella Syndrome” yang senang window shopping, ikut arisan, ke salon memanjakan diri, atau menonton telenovela atau buku romantis. Sebagai bentuk ilusi menghindari kehidupan nyata yang mereka jalani.

Kelompok ini akan sangat bangga jika anak-anak mereka bersekolah di lembaga pendidikan yang mahal, ikut berbagai kegiatan kurikuler, ikut berbagai les, dan mengikuti berbagai arena, seperti lomba penyanyi cilik, lomba model ini dan itu. Para orangtua ini juga sangat bangga jika anak-anak mereka superior di segala bidang, bukan hanya di sekolah. Sementara orangtua yang sibuk juga mewakilkan diri mereka kepada baby-sitter terhadap pengasuhan dan pendidikan anak-anak mereka. Tidak jarang para baby-sitter ini mengikuti pendidikan parenting di Lembaga pendidikan eksekutif sebagai wakil dari orang tua.


Era SUPERKIDS

Kecenderungan orangtua menjadikan anaknya “be special” daripada “be average or normal” semakin marak terlihat. Orangtua sangat ingin anak-anak mereka menjadi “to excel, to be the best“. Sebetulnya tidak ada yang salah. Namun ketika anak-anak mereka digegas untuk mulai mengikuti berbagai kepentingan orangtua untuk menyuruh anak mereka mengikuti beragam kegiatan, seperti kegiatan mental aritmatik, sempoa, renang, basket, balet, tari balet, piano, biola, melukis, dan banyak lagi lainnya… maka lahirlah anak-anak super—”SUPERKIDS’ “. Cost merawat anak Superkids ini sangat mahal.

Era Superkids berorientasi kepada “Competent Child“. Orangtua saling berkompetisi dalam mendidik anak karena mereka percaya “earlier is better“. Semakin dini dan cepat dalam menginvestasikan beragam pengetahuan ke dalam diri anak mereka, maka itu akan semakin baik. Neil Postman seorang sosiolog Amerika pada tahun 80-an meramalkan bahwa jika anak-anak tercabut dari masa kanak-kanaknya, maka lihatlah… ketika anak anak itu menjadi dewasa, maka ia akan menjadi orang dewasa yang ke kanak-kanakan!
Berbagai Gaya Orang Tua

Kondisi ketidakpatutan dalam memperIakukan anak ini telah melahirkan berbagai gaya orangtua (Parenting Style) yang melakukan kesalahan “miseducation” terhadap pengasuhan pendidikan anak-anaknya. Elkind (1989) mengelompokkan berbagai gaya orangtua dalam pengasuhan, antara lain:

Gourmet Parents — (ORTU B0RJU)
Mereka adalah kelompok pasangan muda yang sukses. Memiliki rumah bagus, mobil mewah, liburan ke tempat-tempat yang eksotis di dunia, dengan gaya hidup kebarat baratan. Apabila menjadi orangtua maka mereka akan cenderung merawat anak-anaknya seperti halnya merawat karier dan harta mereka. Penuh dengan ambisi! Berbagai macam buku akan dibaca karena ingin tahu isu-isu mutakhir tentang cara mengasuh anak. Mereka sangat percaya bahwa tugas pengasuhan yang baik seperti halnya membangun karier, maka “Superkids” merupakan bukti dari kehebatan mereka sebagai orangtua.

Orangtua kelompok ini memakaikan anak-anaknva baju-baju mahal bermerek terkenal, memasukkannya ke dalam program-program eksklusif yang prestisius. Keluar masuk restoran mahal. Usia 3 tahun anak-anak mereka sudah diajak tamasya keliling dunia mendampingi orangtuanya. Jika suatu saat kita melihat sebuah sekolah yang halaman parkirnya dipenuhi oleh berbagai merek mobil terkenal, maka itulah sekolah banyak kelompok orangtua “gourmet ” atau kelompok borju menyekolahkan anak-anaknya.

College Degree Parents — (ORTU INTELEK)
Kelompok ini merupakan bentuk lain dari keluarga intelek yang menengah ke atas. Mereka sangat peduli dengan pendidikan anak-anaknya. Sering melibatkan diri dalam barbagai kegiatan di sekolah anaknya. Misalnya membantu membuat majalah dinding, dan kegiatan ekstra kurikuler lainnya. Mereka percaya pendidikan yang baik merupakan pondasi dari kesuksesan hidup. Terkadang mereka juga tergiur menjadikan anak-anak mereka “Superkids“, apabila si anak memperlihatkan kemampuan akademik yang tinggi. Terkadang mereka juga memasukkan anak-anaknya ke sekolah mahal yang prestisius sebagai bukti bahwa mereka mampu dan percaya bahwa pendidikan yang baik tentu juga harus dibayar dengan pantas. Kelebihan kelompok ini adalah sangat peduli dan kritis terhadap kurikulum yang dilaksanakan di sekolah anak anaknya. Dan dalam banyak hal mereka banyak membantu dan peduli dengan kondisi sekolah.

Gold Medal Parents — (ORTU SELEBRITIS)
Kelompok ini adalah kelompok orangtua yang menginginkan anak-anaknya menjadi kompetitor dalam berbagai gelanggang. Mereka sering mengikutkan anaknya ke berbagai kompctisi dan gelanggang. Ada gelanggang ilmu pengetahuan seperti Olimpiade matematika dan sains yang akhir-akhir ini lagi marak di Indonesia. Ada juga gelanggang seni seperti ikut menyanyi, kontes menari, terkadang kontes kecantikan. Berbagai cara akan mereka tempuh agar anak-anaknya dapat meraih kemenangan dan merijadi “seorang Bintang Sejati “. Sejak dini mereka persiapkan anak-anak mereka menjadi “Sang Juara”, mulai dari juara renang, menyanyi dan melukis hingga None Abang Cilik kelika anak-anak mereka masih berusia TK.

Sebagai ilustrasi, dalam sebuah arena lomba ratu cilik di Padang puluhan anak-anak TK baik laki-laki maupun perempuan tengah menunggu di mulainya Lomba Pakaian Adat. Ruangan yang sesak, penuh asap rokok, dan acara yang molor menunggu datangnya tokoh anak dari Jakarta . Anak-anak mulai resah, berkeringat, mata memerah karena keringat melelehi mascara anak kecil mereka. Para orangtua masih bersemangat, membujuk anak-anaknya bersabar, mengharapkan acara segera di mulai dan anaknya akan keluar sebagai pemenang sementara pihak penyelenggara mengusir panas dengan berkipas kertas.

Banyak kasus yang mengenaskan menimpa diri anak akibat perilaku ambisi kelompok Gold Medal Parents ini. Sebagai contoh pada tahun 70-an seorang gadis kecil pesenam usia TK mengalami kelainan tulang akibat ambisi ayahnya yang guru olahraga. Atau kasus “bintang cilik” Yoan Tanamal yang mengalami tekanan hidup dari dunia glamour masa kanak-kanaknya, kemudian menjadikannya pengguna dan pengedar narkoba hingga menjadi penghuni penjara. Atau bintang cilik dunia Heintje yang setelah dewasa hanya menjadi pasien dokter jiwa. Gold Medal Parents menimbulkan banyak bencana pada anak-anak mereka!

Pada tanggal 29 Mei lalu kita saksikan di TV bagaimana bintang cilik “Joshua” yang bintangnya mulai meredup dan mengkhawatirkan orangtuanya. Orangtua Joshua berambisi untuk kembali menjadikan anaknya seorang bintang dengan kembali menggelar konser tunggal. Sebagian dari kita tentu masih ingat bagaimana lucu dan pintarnya. Joshua ketika berumur kurang 3 tahun. Dia muncul di TV sebagai anak ajaib karena dapat menghapal puluhan nama-nama kepala negara. kemudian di usia balitanya dia menjadi penyanyi cilik terkenal. Kita kagum bagaimana seorang bapak yang tamatan SMU dan bekerja di salon dapat membentuk dan menjadikan anaknya seorang “Superkid” — seorang penyanyi sekaligus seorang bintang film….

Do-it Yourself Parents
Merupakan kelompok orangtua yang mengasuh anak-anaknya secara alami dan menyatu dengan semesta. Mereka sering menjadi pelayanan professional di bidang sosial dan kesehatan, sebagai pekerja sosial di sekolah, di tempat ibadah, di Posyandu dan di perpustakaan. Kelompok ini menyekolahkan anak-anaknya di sekolah negeri yang tidak begitu mahal dan sesuai dengan keuangan mereka. Walaupun begitu kelompok ini juga bemimpi untuk menjadikan anak-anaknya “Superkids” — earlier is better“. Dalam kehidupan sehari-hari anak-anak mereka diajak mencintai lingkungannya. Mereka juga mengajarkan merawat dan memelihara hewan atau tumbuhan yang mereka sukai. Kelompok ini merupakan kelompok penyayang binatang, dan mencintai lingkungan hidup yang bersih.

Outward Bound Parents — (ORTU PARANOID)
Untuk orangtua kelompok ini mereka memprioritaskan pendidikan yang dapat memberi kenyamanan dan keselamatan kepada anak-anaknya. Tujuan mereka sederhana, agar anak-anak dapat bertahan di dunia yang penuh dengan permusuhan. Dunia di luar keluarga mereka dianggap penuh dengan marabahaya. Jika mereka menyekolahkan anak-anaknya maka mereka lebih memilih sekolah yang nyaman dan tidak melewati tempat tempat tawuran yang berbahaya. Seperti halnya Do It Yourself Parents, kelompok ini secara tak disengaja juga terkadang terpengaruh dan menerima konsep “Superkids” Mereka mengharapkan anak-anaknya menjadi anak-anak yang hebat agar dapat melindungi diri mereka dari berbagai macam marabahaya. Terkadang mereka melatih kecakapan melindungi diri dari bahaya, seperti memasukkan anak-anaknya “Karate, Yudo, Pencak Silat” sejak dini. Ketidak-patutan pemikiran kelompok ini dalam mendidik anak-anaknya adalah bahwa mereka terlalu berlebihan melihat marabahaya di luar rumah tangga mereka, mudah panik dan ketakutan melihat situasi yang selalu mereka pikir akan membawa dampak buruk kepada anak. Akibatnya anak-anak mereka menjadi “steril” dengan lingkungannya.

Prodigy Parents –(ORTU INSTANT)
Merupakan kelompok orangtua yang sukses dalam karier namun tidak memiliki pendidikan yang cukup. Mereka cukup berada, narnun tidak berpendidikan yang baik. Mereka memandang kesuksesan mereka di dunia bisnis merupakan bakat semata. Oleh karena itu mereka juga memandang sekolah dengan sebelah mata, hanya sebagai kekuatan yang akan menumpulkan kemampuan anak-anaknya.

Tidak kalah mengejutkannya, mereka juga memandang anak-anaknya akan hebat dan sukses seperti mereka tanpa memikirkan pendidikan seperti apa yang cocok diberikan kepada anak-anaknya. Oleh karena itu mereka sangat mudah terpengaruh kiat-kiat atau cara unik dalam mendidik anak tanpa bersekolah. Buku-buku instant dalam mendidik anak sangat mereka sukai. Misalnya buku tentang “Kiat-Kiat Mengajarkan Bayi Membaca” karangan Glenn Doman , atau “Kiat-Kiat Mengajarkan Bayi Matematika” karangan Siegfried, “Berikan Anakmu pemikiran Cemerlang” karangan Therese Engelmann, dan “Kiat-Kiat Mengajarkan Anak Dapat Membaca Dalam Waktu 9 Hari” karangan Sidney Ledson .

Encounter Group Parents — (ORTU NGERUMPI)
Merupakan kelompok orangtua yang memiliki dan menyenangi pergaulan. Mereka terkadang cukup berpendidikan, namun tidak cukup berada atau terkadang tidak memiliki pekerjaan tetap (luntang-lantung). Terkadang mereka juga merupakan kelompok orangtua yang kurang bahagia dalam perkawinannya. Mereka menyukai dan sangat mementingkan nilai-nilai relationship dalam membina hubungan dengan orang lain. Sebagai akibatnya kelompok ini sering melakukan ketidak-patutan dalam mendidik anak-anak dengan berbagai perilaku “gang ngrumpi” yang terkadang mengabaikan anak. Kelompok ini banyak membuang-buang waktu dalam kelompoknya sehingga mengabaikan fungsi mereka sebagai orangtua. Atau pun jika mereka memiliki aktivitas di kelompokya lebih berorientasi kepada kepentingan kelompok mereka. Kelompok ini sangat mudah terpengaruh dan latah untuk memilihkan pendidikan bagi anak-anaknya. Menjadikan anak-anak mereka sebagai “Superkids” juga sangat diharapkan. Namun banyak dari anak anak mereka biasanya kurang menampilkan minat dan prestasi yang diharapkan.

Milk and Cookies Parents —(ORTU IDEAL)
Kelompok ini merupakan kelompok orangtua yang memiliki masa kanak-kanak yang bahagia, yang memiliki kehidupan masa kecil yang sehat dan manis. Mereka cenderung menjadi orangtua yang hangat dan menyayangi anak-anaknya dengan tulus. Mereka juga sangat peduli dan mengiringi tumbuh kembang anak-anak mereka dengan penuh dukungan.

Kelompok ini tidak berpeluang menjadi orangtua yang melakukan “miseducation” dalam merawat dan mengasuh anak-anaknva. Mereka memberikan lingkungan yang nyaman kepada anak-anaknya dengan penuh perhatian, dan tumpahan cinta kasih yang tulus sebagai orang tua.

Mereka memenuhi rumah tangga mereka dengan buku-buku, lukisan dan musik yang disukai oleh anak-anaknya. Mereka berdiskusi di ruang makan, bersahabat dan menciptakan lingkungan yang menstimulasi anak-anak mereka untuk tumbuh mekar segala potensi dirinya. Anak-anak mereka pun meninggalkan masa kanak-kanak dengan penuh kenangan indah yang menyenangkan. Kehangatan hidup berkeluarga menumbuhkan kekuatan rasa yang sehat pada anak untuk percaya diri dan antusias dalam kehidupan belajar. Kelompok ini merupakan kelompok orangtua yang menjalankan tugasnya dengan patut kepada anak-anak mereka. Mereka begitu yakin bahwa anak membutuhkan suatu proses dan waktu untuk dapat menemukan sendiri keistimewaan yang dimilikinya.

Dengan kata lain mereka percaya bahwa anak sendirilah yang akan menemukan sendiri kekuatan didirinya. Bagi mereka setiap anak adalah benar-benar seorang anak yang hebat dengan kekuatan potensi yang juga berbeda dan unik!

“Kamu harus tahu bahwa tiada satu pun yang lebih tinggi, atau lebih kuat, atau lebih baik, atau pun lebih berharga dalam kehidupan nanti daripada kenangan indah terutama kenangan manis di masa kanak-kanak. Kamu mendengar banyak hal tentang pendidikan, namun beberapa hal yang indah, kenangan berharga yang tersimpan sejak kecil adalah mungkin itu pendidikan yang terbaik. Apabila seseorang menyimpan banyak kenangan indah di masa kecilnya, maka kelak seluruh kehidupannya akan terselamatkan. Bahkan apabila hanya ada satu saja kenangan indah yang tersimpan dalam hati kita, maka itulah kenangan yang akan memberikan satu hari untuk keselamatan kita”
(destoyevsky’ s brothers karamoz)
Perspektif Sekolah Yang Mengkarbit Anak

Kecenderungan sekolah untuk melakukan pengkarbitan kepada anak didiknya juga terlihat jelas. Hal ini terjadi ketika sekolah berorientasi kepada produk daripada proses pembelajaran. Sekolah terlihat sebagai sebuah “Industri” dengan tawaran-tawaran menarik yang mengabaikan kebutuhan anak. Ada program akselerasi, ada program kelas unggulan. Pekerjaan rumah yang menumpuk. Tugas-tugas dalam bentuk hanya lembaran kerja. Kemudian guru-guru yang sibuk sebagai “operator kurikulum” dan tidak punya waktu mempersiapkan materi ajar karena rangkap tugas sebagai administrator sekolah. Sebagai guru kelas yang mengawasi dan mengajar terkadang lebih dari 40 anak, guru hanya dapat menjadi “pengabar isi buku pelajaran” ketimbang menjalankan fungsi edukatif dalam menfasilitasi pembelajaran. Di saat-saat tertentu sekolah akan menggunakan “mesin-mesin dalam menskor” capaian prestasi yang diperoleh anak setelah diberikan ujian berupa potongan-potongan mata pelajaran.

Anak didik menjadi dimiskinkan dalam menjalani pendidikan di sekolah. Pikiran mereka diforsir untuk menghapalkan atau melakukan tugas-tugas yang tidak mereka butuhkan sebagai anak. Manfaat apa yang mereka peroleh jika guru menyita anak membuat bagan organisasi sebuah birokrasi? Manfaat apa yang dirasakan anak jika mereka diminta membuat PR yang menuliskan susunan kabinet yang ada di pemerintahan? Manfaat apa yang dimiliki anak jika ia disuruh menghapal kalimat-kalimat yang ada di dalam buku pelajaran? Tumpulnya rasa dalam mencerna apa yang dipikirkan oleh otak dengan apa yang direfleksikan dalam sanubari dan perilaku-perilaku keseharian mereka sebagai anak menjadi semakin senjang. Anak-anak tahu banyak tentang pengetahuan yang dilatihkan melalui berbagai mata pelajaran yang ada dalam kurikulum persekolahan, namun mereka bingung mengimplementasikan dalam kehidupan nyata.

Sepanjang hari mereka bersekolah di sekolah untuk sekolah… dengan tugas-tugas dan PR yang menumpuk…. Namun sekolah tidak mengerti bahwa anak sebenarnya butuh bersekolah untuk menyongsong kehidupannya! Lihatlah, mereka semua belajar dengan cara yang sama. Membangun 90 % kognitif dengan 10 % afektif.

Paulo Freire mengatakan bahwa sekolah telah melakukan “pedagogy of the oppressed” terhadap anak-anak didiknya. Dimana guru mengajar, anak diajar, guru mengerti semuanya dan anak tidak tahu apa-apa, guru berpikir dan anak dipikirkan, guru berbicara dan anak mendengarkan, guru mendisiplin dan anak didisiplin, guru memilih dan mendesakkan pilihannya dan anak hanya mengikuti, guru bertindak dan anak hanya membayangkan bertindak lewat cerita guru, guru memilih isi program dan anak menjalaninya begitu saja, guru adalah subjek dan anak adalah objek dari proses pembelajaran (Freire, 1993). Model pembelajaran banking system ini dikritik habis-habisan sebagai masalah kemanusiaan terbesar. Belum lagi persaingan antar sekolah dan persaingan ranking wilayah….
Mengkompetensi Anak — merupakan ” KETIDAKPATUTAN PENDIDIKAN ?”

Anak adalah anugrah Tuhan… sebagai hadiah kepada semesta alam, tetapi citra anak dibentuk oleh sentuhan tangan-tangan manusia dewasa yang bertanggung-jawab. “(Nature versus Nurture) bagaimana?” Karenanya ada dua pengertian kompetensi. Kompetensi yang datang dari kebutuhan di luar diri anak (direkayasa oleh orang dewasa) atau kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dari dalam diri anak sendiri. Sebagai contoh adalah konsep kompetensi yang dikemukakan oleh John Watson (psikolog) pada tahun 1920 yang mengatakan bahwa bayi dapat ditempa menjadi apapun sesuai kehendak kita sebagai komponen sentral dari konsep kompetensi. Jika bayi-bayi mampu jadi pembelajar, maka mereka juga dapat dibentuk melalui pembelajaran dini.

Kata-kata Watson yang sangat terkenal adalah sebagai berikut : “Give me a dozen healthy infants, well formed and my own special world to bring them up in, and I’ll guarantee you to take any one at random and train him to become any type of specialist I might select — doctor, lawyer, artist, merchant chief and yes, even beggar and thief regardless of his talents, penchants, tendencies, vocations, and race of his ancestors ”

Pemikiran Watson membuat banyak orang tua melahirkan “intervensi dini” setelah mereka melakukan serangkaian tes Inteligensi kepada anak-anaknya. Ada sebuah kasus kontroversi yang terjadi di Institut New Jersey pada tahun 1979. Dimana guru-guru melakukan serangkaian program tes untuk mengukur “Kecakapan Dasar Minimum (Minimum Basic Skill)” dalam mata pelajaran membaca dan matematika. Hasil dari pelaksanaan program ini dilaporkan kolumnis pendidikan Fred Hechinger kepada New York Times sebagai berikut : “The improvement in those areas were not the result of any magic program or any singular teaching strategy, they were… simply proof that accountability is crucial and that, in the past five years, it has paid off in New Jersey”

Juga belajar dari biografi tiga orang tokoh legendaris dunia seperti Eleanor Roosevelt, Albert Einstein dan Thomas Edison, yang diilustrasikan sebagai anak-anak yang bodoh dan mengalami keterlambatan dalam akademik ketika mereka bersekolah di SD kelas rendah, semestinya kita dapat menyimpulkan bahwa pendidikan dini sangat berbahaya jika dibuatkan kompetensi-kompetensi perolehan pengetahuan hanya secara kognitif.

Oleh karena hingga hari ini sekolah belum mampu menjawab dan dapat menampilkan kompetensi emosi sosial anak dalam proses pembelajaran. Pendidikan anak seutuhnya yang terkait dengan berbagai aspek seperti emosi, sosial, kognitif, fisik dan moral belum dapat dikemas dalam pembelajaran di sekolah secara terintegrasi. Sementara pendidikan sejati adalah pendidikan yang mampu melibatkan berbagai aspek yang dimiliki anak sebagai kompetensi yang beragam dan unik untuk dibelajarkan. Bukan anak dibelajarkan untuk di tes dan di skor saja! Pendidikan sejati bukanlah paket-paket atau kemasan pembelajaran yang berkeping-keping, tetapi bagaimana secara spontan anak dapat terus menerus merawat minat dan keingin-tahuan untuk belajar. Anak mengenali tumbuh kembang yang terjadi secara berkelangsungan dalam kehidupannya. Perilaku keingin-tahuan – “curiosity” inilah yang banyak tercabut dalam sistem persekolahan kita. Akademik Bukanlah Keutuhan Dari Sebuah Pendidikan! “Empty Sacks will never stand upright” — George Eliot

Pendidikan anak seutuhnya tentu saja bukan hanya mengasah kognitif melalui kecakapan akademik semata! Sebuah pendidikan yang utuh akan membangun secara bersamaan, pikiran, hati, fisik, dan jiwa yang dimiliki anak didiknya. Membelajarkan secara serempak pikiran, hati. dan fisik anak akan menumbuhkan semangat belajar sepanjang hidup mereka. Di sinilah dibutuhkannya peranan guru sebagai pendidik akademik dan pendidik sanubari “karakter”. Dimana mereka mendidik anak menjadi “good and smart“, terang hati dan pikiran

Sebuah pendidikan yang baik akan melahirkan “how learn to learn” pada anak didik mereka. Guru-guru yang bersemangat memberi keyakinan kepada anak didiknya bahwa mereka akan memperoleh kecakapan berpikir tinggi, dengan berpikir kritis, dan cakap memecahkan masalah hidup yang mereka hadapi sebagai bagian dari proses mental. Pengetahuan yang terbina dengan baik yang melibatkan aspek kognitif dan emosi, akan melahirkan berbagai kreativitas.

Leonardo da Vinci seorang pelukis besar telah menghabiskan waktunya berjam-jam untuk belajar anatomi tubuh manusia. Thomas Edison mengatakan bahwa “Genius is 1 percent inspiration and 99 percent perspiration “. Semangat belajar “encourage” tidak dapat muncul tiba-tiba di diri anak. Perlu proses yang melibatkan hati, kesukaan dan kecintaan belajar. Sementara di sekolah banyak anak patah hati karena gurunya yang tidak mencintai mereka sebagai anak.

Selanjutnya misi sekolah lainnya yang paling fundamental adalah mengalirkan “moral literacy” melalui pendidikan karakter. Kita harus ingat bahwa kecerdasan saja tidak cukup. Kecerdasan plus karakter inilah tujuan sejati sebuah pendidikan (Martin Luther King, Jr ). lnilah keharmonisan dari pendidikan, bagaimana menyeimbangkan fungsi otak kiri dan kanan, antara kecerdasan hati dan pikiran, antara pengetahuan yang berguna dengan perbuatan yang baik….
Penutup

Mengembalikan pendidikan pada hakikatnya untuk menjadikan manusia yang terang hati dan terang pikiran “good and smart” merupakan tugas kita bersama. Melakukan reformasi dalam pendidikan merupakan kerja keras yang mesti dilakukan secara serempak, antara sekolah dan masyarakat, khususnya antara guru dan orangtua. Pendidikan yang ada sekarang ini banyak yang tidak berorientasi kepada kebutuhan anak sehingga tidak dapat memekarkan segala potensi yang dimiliki anak. Atau pun jika ada yang terjadi adalah ketidak-seimbangan yang cenderung memekarkan aspek kognitif dan mengabaikan faktor emosi.

Begitu juga orangtua. Mereka berkecenderungan melakukan training dini kepada anak. Mereka ingin anak-anak mereka menjadi “SUPERKIDS“. Inilah fenomena yang sedang trend akhir-akhir ini. Inilah juga awal dari lahirnya era anak-anak karbitan! Lihatlah nanti ketika anak-anak karbitan itu menjadi dewasa, maka mereka akan menjadi orang dewasa yang ke kanak-kanakan.

Thursday 24 May 2012

Foto Abi Part 3

This is the story :)

Berikut  foto-foto Abi yang lain saat dinas ke Kuala Lumpur...

Ini foto terbaru banget yang dikirimin. Hm.. Abi cukup fotogenic juga :)



Kalau ini foto di Taman KLCC. Hm.. Coba ya tiap kelurahan di negara ini ada taman main kaya begini. Enak banget buat anak-anak. Duh, kebayang si Azka pasti seneng deyh, apalagi kalo sepedanya dibawa. wouuww wes-wes-wess.. ngebut abiiisss!




Ini lagi beli tiket LRT (Light Rail Transit) di dato Kramat. Beli tiketnya canggih ..  layar sentuh, tingggal sentuh tujuan, masukan uang, terus yg keluar tiket koin dan kembaliannya dech... Hm... Gatel pengen ngebandingin sama sistem pembelian tiket cimmuter line. ha..ha.. No Komeng deyh. 
Oh ya, LRT ini ga ada masinisnya. Jadi jalannya kereta dikendalikan komputer. 
So, kapan di Jakarta punya semacam LRT gini?
 











Tuesday 22 May 2012

Sepeda Roda Dua

This is the story :)

Weekend tanggal 19 - 20 May 2012 lalu kami nginep di rumah Uti. Selain melepas kangen, ad amisi lain yaitu me-repair sepeda Azka yang ban depannya sudah robek. Sebenarnya tidak jauh dari rumah kami ada bengkel sepeda sih, cuma secara teknis agak susah untuk Bunda, mba Upi, Azka, dan sepeda naik di satu motor. Mba Upinya kurang berani, dan secara perut Bunda juga sudah 'makan space'. he..he.. AKhirnya, Akung, Uti, Azka yang membawa sepeda tersebut ke bengkel.

Selain ban sepeda depan yang sudah robek, roda samping sepeda  (note : sepeda Azka roda 4) sudah tidak bertengger di posisi yang bagus. Karena itu, Kami memutuskan untuk dicopot saja. Toh sebenarnya, kalau Bunda perhatikan, saat Azka main sepeda, sepedanya hanya sesekali menumpu pada roda samping, jika kondisi Azka tidak seimbang. Sisanya, dia melaju dengan dua ban utama, depan dan belakang.

Hari Ahad sorenya kami pulang. Setelah bangun tidur, Azka minta main sepeda. Karena 'penampakan' sepeda yang baru, Azka minta dipegangi sepedanya. Berhubung Bunda rada 'rempong' kalo nuntuk Azka naik sepeda, Mba Upi pun bersedia menuntun Azka. Pelan-pelan, diikutinya Azka. He..he.. kelihatan pegel siyh.

Bunda perhatikan, awalnya Azka masih berusaha untuk mengimbangi koordinasi tangan memegang stang sepeda. Maklum, berasa ada yang 'melindungi' aka si Mba Upi, maka Azka seperti tidak mengendalikan arah sepedanya. Jadi kelihatan gontai. Tapi lambat laun, Alhamdulillah Mba Upi mengurangi pegangan ke sepedanya Azka, jadinya Azka makin berusaha untuk mengendalikan arah sepedanya. Eh.. pas Mba Upi lagi istirahat di pinggir jalan sambil ngobrol sama tetangga lain yang lagi keluar, Azka coba-coba sendiri, dan Alhamdulillah BISA!!. Subhanallah.. seneng banget Bunda. Walaupun, bunda suka refleks ga sengaja teriak ke Mba Upi untuk pegangi Azka, atau ada rasa was-was juga kalau Azka jatuh. he..he..

Tau dirinya sudah bisa, Azka lanjut bolak balik deh di jalanan depan rumah kami. Langsung ngebut. Cumaaa.... belum bisa menggunakan rem tangan. Masih rem kaki. Azka juga sempat terjatuh. he..he.. Rada kaget juga sih Bundanya, cuma Bunda pura-pura cool, pretend everything's fine. Lanjutt lagi deyh.

Keesokan harinya, pulang kerja Bunda mendapat laporan kalau Azka jatuh. Duhh ternyata anak ini agak lebay melankolis gitu yah. Padahal lukanya ga seberapa, tapi jalannya bungkuk-bungkuk / kakinya ga mau dilirusin, mandinya duduk, takut kena lukanya, ambil mainan ga mau ambil sendiri, dan terakhir, mau bobo Bunda diminta tiiupin lukanya. Bukannya simpati, Bunda n Mba Upi malah lucu melihat 'lebay'nya Azka.

Respon bunda saat jatuh, Bunda bilang itu ga papa, Bunda juga pernah jatuh. Malah waktu kecil, Bunda baru bisa naik sepeda roda 2 saat (kalo ga salah) udah sekolah SD, tepatnya kelas berapa Bunda lupa. Azka lebih pintar dari Bunda, karena masih kecil aja udahbisa main sepeda.

Foto-foto Azka main sepeda ada di HP bunda. Hm.. Kita pikirkan untuk uploadnya yah.

yuuukkkss gowes lagih.

Tuesday 15 May 2012

Foto Abi Part 2

This is the story :)

Pagi ini Abi mengirimkan beberapa foto...

ini di pasar, abis belanja oleh-oleh

ini di dalam apartemen bersama kawan-kawannya.

ini di depan masjid (kalo ga salah abi cerita pas weekend jalan-jalan ke Masjid Jamek. bener ga siyh?)

Ini di suatu sudut dengan background menara kembar

ini di persimpangan jalan (halahh... kaya bahasa galau)

Kalau ada lagi, insya ALLAH upload lagi deyh.

Bisnis Kafe Ala Lokal

This is the story :)

Sudah menjadi rahasia umum bahwa di perusahaan tempat bunda bekerja, staf ataupun jajaran manajerial memiliki 'side income' alias sampingan alias penghasilan lain di luar gaji kantor.

Suatu siang, di cluster tempat bunda duduk, kita sedang membicarakan bisnis juga. Triger awalnya adalah ada yang menggoda bunda kalau bisnis bunda (reseller buku eksklusif untuk anak) omsetnya udah jutaan. Bunda Amin-kan dunk pernyataan tersebut. Padahal siyh.. he..he.. jualannya bunda kurang gesit, karena masih nyambi dengan kerjaan kantor. SUsah memang membagi perhatian ke berbagai hal sekaligus / multifokus.

Lalu pembicaraan berlanjut ke teman bnda yang lain, yang ada rencana untuk membuka kafe dengan nama 'Kopi Kita'. Pokoknya konsepnya kaya gerai kopi yang udah menjamur di kota besar lah. Trus Bunda jadi kepikiran satu hal dan Bunda sampaikan ke teman-teman bunda itu... Yah, ini mah pendapatnya bunda dan bukan karena itung-itungan bisnis.

Bunda sih kasih masukan, jangan gerai kopi mulu dunk, hga perlu ngikutin gerai kopi yang udah menjamur itu.. Coba deh bikin semacam gerai dengan menu lokal. Misalnya bajigur, bandrek, wedang ronde,  es doger, es podeng, es pisang ijo, dan penganannya pun yanglokal juga misal combro, getuk, misro, pempek, atau apalah.. yangpenting ngambil citarasa lokal.

Kenapa bunda punya pemikiran gitu, ini adalah beberapa latar belakang idealis dan individualisnya. he..he.. :
1. Bunda ga bisa minum kopi, suka kembung. Mendingan minuman lokal deh. Trus bunda inget di suatu training marketing bahwa yang dijual di gerai kopi yang keren-keren itu sebenernya bukan produk kopi, tapi lifestyle. ifestyle duduk-duduk di tempat nyaman, pake sofa, sambil chit chat, atau sambil ngerjain kerjaan dengan sarana wifi gratisan.
2. Hm.. mungkin karena umur juga kali yea...jiaahh berasa tua banget. Kayanya sekarang bunda lebih menyenangi menu lokal daripada menu-menu western. Contoh, jaman dulu kala waktu masih ABG, bunda bisa tuh makan siang dengan menu burger / pizza dan sejenisnya. Sekarang, kalo misalkan miting trus ditanya mau apa, bunda selalu jawab, anykind yang penting NASI. ha..ha..
3. Siapa lagi yang mau melestarikan camilan / minuman khas lokal, yang (menurut bunda), contentnya juga lebih sehat daripada camilan luar? Mau ngandalin Eyang-eyang kita?

Wuuihhh enaknya mengkhayal. hayo, mulainya mau darimana hayo? Mudah-mudahan ada ahli masak / chef yang juga sependapat sama bunda. Trus dia punya modal, relasinya luas, akhirnya bisa bikin kafe ala lokal deyh. amiin.

Friday 11 May 2012

Foto Abi Part 1

This is the story :)

Selama Abi dinas, bunda berkomunikasi via email. Lebih aman dan nyaman daripada via YM. he..he..
Sore ini Abi mengirimkan fotonya ke email Bunda. Abi nampak lebih ndut, mukanya nampak lebih putih (entah mungkin karena lampu atau memang kulitnya lebih fair beneran). he..he..

ini fotonya.

Thursday 10 May 2012

Baru Tau Hamil

This is the story :)

Rada surprise juga sih, baru sebulanan ini banyak rekan kntor Bunda (beda department n divisi) yang baru tau kalo bunda lagi hamil. he..he..

Ada teman bunda yang bilang karena baju kerja bunda cenderung longgar-longgar, jadinya ga kelihatan kalo ada isinya. baru deh pas sebulanan ini mulai pake baju hamil, kelihatan deh tuh buncitnya. Kalo baju sih masih bisa tolerable, usia 5 bulan baru pake baju hamil. Tapi kalo celana panjang, wah.. dari usia kehamilan 2 bulan udah pake celana hamil tuh. Mungkin karena walaupun perut belum membuncit, tapi lemak sudah tertimbun kali yah. ha..ha..

Alhamdulillah rekan di kantor suka nge-remind Bunda... hati-hati kalo di toilet licin, pake lift aja, ga perlu via tangga walaupun turun lantai, bahkan OB di kantor pun suka perhatian  untuk hati-hati kalo lantai lagi dipel. Hamil jadi berasa nyaman.

Tapi kalo Bunda udah berhadapan sama yang namanya penumpang kereta, hadouhh.... kudu fight for yourself. Once Bunda naik kereta dari Gondangida ke rumah Uti. Keretanya penuh, tapi ga terlalu berdesakan. Sebenernya masih kelihatan juga sih kalo ada penumpang yang baru naik di suatu stasiun, walaupun dia posisi duduk. Nah, pas naik, yang berdiri kan banyak yang melihat bunda dengan perut buncit, tapi ngeliat doang, ga ada yang inisiatif 'ngusir' yang duduk untuk kasih bunda duduk. Akhirnya Bunda pindah gerbong, bener-bener di kursi yang ada label kursi untuk ibu - balita, ibu hamil, manula, cacat. Dengan terpaksa Bund amenggusur seorang Bapak yang juga sedang menggendong balita. Alhamdulillah si Bapak mau berdiri dan ngertiin 'hak' bunda. Anaknya pun ga rewel. Ehh ternyata setelah itu, masih ada ibu hamil yang naik dari stasiun selanjutnya, padahal yang duduk sebelah bunda wanita ga hamil dan insya ALLAG fituntuk berdiri. Tapinya dia diam aja, sesekali melek lalu lanjut tiodur, ga mau kasih kursinya buat bumil itu.  Astaghfirullah. Bunda coba kasih duduk sama si bumil itu, ga papalah duduk berdesakan yang penting pantatnya nempel, pikir Bunda. Tapi si bumil ga mau, khawatir Bundanya ga nyaman. Well, Bund apun ga kuat pegelnya kalo harus ngalah berdiri. Walhasil, dia berdiri sepanjan perjalanan. Oh noo.... warga kota ini nampaknya tidak care ya sama ibu hamil yah. hiks.. :(

Beda banget kondisinya dengan di Jepang. Ini juga Bunda diceritain Pakde Eko yang udah pernah dinas ke Jepang. Jadi kereta di sana ada kursi yang ada labelnya juga. Walaupun kursi itu kosong, orang-orang ga ada yang ngedudukin. Jadi kalo kursi umumnya penuh, ya mereka berdiri. Subhanallah... betapa sangat menghargainya mereka pad apara manula, ibu hamil, ibu-balita, dan disable.

Mudah2ankita bisa menjadi pribadi yang care ya. Amiin. Dan juga anak-anak kita smoga juga menjadi pribadi yang care sama orang lain.



Monday 7 May 2012

DONT'EVER COMPARE OUR KIDS TO OTHERS

This is the story :)

Sengaja bunda buat judulnya huruf kapital semua, karena Bunda lagi keseeelll banget dan sebeeelll banget karena ada yang membanding-bandingkan Azka dengan anak lain. Apalagi yang dibandingkan kalo bukan kekurangan.

Niyh ya... nasehat buat (saya terutama) kita para ortu. Ga perlu dan jangan pernah membandingkan / meng-compare kekurangan anak kita terhadap anak lain. Dan, ga usah pula pamer kelebihan / kebisaan kita yang super keren itu dicompare sama anak lain. It's so cruel. Cintai anak kita semuanya, kelebihan, dan kekurangannya. Syukuri anak kita untuk kelebihan dan kekurangannya. Kelebihannya ga perlu buat dipamerin ke tetangga lah, ke dunia, dan kemanapun. Kelebihannya adalah semata-mata karena karunia ALLAH SWT yang memberikannya. Kekurangannya bukanlah cacat yang buruuk banget, kekurangannya adalah pintu besar yang musti kita masuki dengan banyak belajar.

Suka ga kalo kita dibandingkan atau dicompare sama orang lain. kebayang ga, kalo nanti, saat udah besar, anak kita akan membandingkan kita dengan orang tua lain... Bundanya si A begini begitu, kok Bunda ngga sih? Whattt??? Heiiyy Everybody has their own personality, has their own character. And frankly speaking I just don't like someone who interfere my business, any of it, unless I ask for.

Pfuuuhhh lega... Kemaren Bunda nangis gara-gara ada yang membandingkan Azka dengan anak lain. Jadi ceritanya si Azka diajak ke suatu arisan gitu, oleh family lah. Ternyata di tempat arisan Azka ga mau lepas dari pangkuan si family itu, dan si family pun ga bisa kongkow-kongkow dengan teman-temannya. Anak-anak lain asih semua main perosotan, dll. Akhirnya si family itu pulang nganter Azka lengkap dengan wajah kesal, karena mungkin Azka ga menjadi sosok yang diidamkan untuk dipamerkan kepintarannya. Tersematlah sebutan 'ndeso lah ke Azka, karena ga mau berbaur main sendiri . Ouhh Bunda ga tau apa yang dikatakan si family di dalam mobil sepanjang perjalanan pulang mengantar Azka. yang ada Bunda menitikkan air mata, sebeelll banget, kok ada sih family yang cintanya tidak utuh. Hanya cinta jika si anak menjadi sosok yang menyenangkan, yang bisa dipamerkan kebisaan dankehebatannya.

Malamnya Bunda kemudian menikmati waktu Bunda dengan Azka. Bunda sebut berulang-ulang bahwa Bunda sayang Azka, kekurangan dan kelebihannya, Bunda sun dia. Azka.. he..he.. ngeliatin aja sih. Maafin Bunda ya ka, kalo selama ini, mungkin secara ga sengaja Bunda juga pernah bikin comparison Azka to others.

Friday 4 May 2012

Episode Sebeeeellll banget Sama Rokok

This is the story :)

Ihhh beneran deh, sebelnya tuh tak terkatakan sama benda yang namanya rokok (satu paket) dengan asapnya. 

Jadi, sudah lima hari ini Bunda berangkat dan pulang kerja menggunakan kendaraan umum (omprengan sih tepatnya). Nah, untuk menuju point tempat menunggu kendaraan itu Bunda suka melalui orang-orang yang lagi 'nongkrong' di pinggiran trotoar / di warung gitu. Sebelnya, kok Bunda melihat setiap orang yang nongkrong itu pasti menghisap rokok. Dan yang lebih membuat hati miris adalah... mohn maaf ya... para perokok itu adalah orang-orang yang mungkin masuk kategori warga yang penghasilannya (nampaknya) pas pasan (Allahu A'lam, ini dari kacamata Bunda). Mereka ini seperti supir angkot, street vendor / penjual gerobak keliling, dll. Asaghfirullah... andai saja mereka berhitung, misalkan uang untuk beli rokok dikumpulkan dalam waktu sebulan, insyaALALH mereka bisa saving kan atau bisa beli asupan yang lebih bermanfaat, seperti buah-buahan. Aihh tapi ga semua orang bisa mengarahkan fikirannya seperti itu. Mungkin mereka punya kesenangan lain dari merokok.

Ngomong-gomong soal rokok, ada cerita yang bikin Bunda kasian sama Abi. Beberapa waktu lalu Abi pulang kampung barengan dengan sepupu-sepupunya. total semua ada enam orang, dan hanya Abi yang tidak merokok. Sepanjang jalan Bunda SMSan, Abi gimana kondisinya... karena di dalam mobil, semuanya merokok, ACnya tidak dinyalakan, dan jendelanya terbuka lebar. Abi bilang ga enak, sumpek, ga bisa hirup udara segar. Duh kasian...

Kalo Bunda, kalau menghirup asap rokok aja, aduhh kepala rasanya udah pusing banget. Dan sebelnya, kenapa ya kalo membenci sesuatu pasti paling cepat mendeteksi keberadaan sesuatu ituh (halahhh rempong nih bahasanya). Misalnya gini. Bunda di dalam rumah, terus ada orang di jalan depan rumah merokok. Nah, Bunda tuh bisa mengendus keberadaan asap rokok beserta smokernya, Padahal kan kalo dipikir, mungkin Bunda terhalang tembok, atau apalah.. Tapi ya, itu.. peka sekali terhadap asap rokok ini.

Bunda punya impian untuk bisa tinggal di negara yang free smoke area. jadi orang ga sembarangan ngerokok di jalan gitu. Semoga anak-anak Bunda semuanya membenci asap rokok (satu paket) dengan asapnya juga. Amiin.     

Tuesday 1 May 2012

Azka Sedih :(

This is the story :)

Dari kantor, Bunda monitor terus keberangkatannya Abi, termasuk SMS an ke Abi / Mba Upi, nanya tentang reaksi Azka.

hiks... di meeting Bunda sempat berkaca-kaca lagi, soalnya si Mba Upi SMS, katanya Azka pas melihat Abi naik taxi, mukanya melas, terus matanya berkaca-kaca. Trus Azka bilang ... Abi jangan pergi. Trus dia minta digendong / peluk Mba Upi. Huu.huu... sedih ya Nak, sebulan ini ga ada teman main lompat-lompatan di kasur, ga ada yang jadi kuda lumping / kuda rodeo yang tiba-tiba menjatuhkan Azka, ga ada teman main yang mengendap-ngendap masuk kamarr, trus ngagetin Bunda yang pura-pura bobo. Well, kita sama-sama  fight ya Azka sayang... InsyaALLAH ini buat kebaikan dan perbaikan kita semua ke depannya. Amiin.

Nah, sebagai upaya penghibur, InsyaALLAH rencananya Jumat nanti kita akan menginap di rumah Akung & Uti. Di sana ade Rusyda juga akan menginap karena Umminya dinas ke Bogor.

Can hardly wait for the weekend. InsyaALLAH everything is fine ya.. Amiin,

Hari Keberangkatan Abi

This is the story :)

InsyaALLAH hari ini Abi berangkat dinas ke Kuala Lumpur, flight jam 14.35.

Rencana awalnya, Bunda, Azka, & Mba Upi mau ikutan antar Abi ke bandara (huwaa.. kaya rombongan bernagkat haji ajah. he..he..). Tujuannya tentu saja supaya zka mendapat experience naik taxi saat berangkat, lihat pesawat (lihat dulu ya Ka.. he..he.. experience naik pesawatnya insyaALLAH next time) di bandara, dan pulang ke rumah naik bus bandara yang besar itu.   

Tapi, ada beberapa hal yang menyebabkan kami ga jadi mengantar Abi, dan Abi pun setuju, antara lain :
1. Bunda ada meeting di kantor.
2. Ada kabar bahwa hari ini, 1 Mei 2012 bertepatan dengan May Day, akan ada demo buruh besar-besaran. Kami agak khawatir aja nanti pulangnya bagaimana. kalau berangkat, mungkin lokasi demo (kabarnya sih daerah Semanggi) bisa kami hindari dan kami ga kena imbasnya karena rencananya berangkatnya pagi. Tapi kalau pulangnya.. hm.. Walaupun kami ga akan melewati jalur yang banyak pendemo, tapi siapa yang tau kalau kendaraan-kendaraanlain dialihkan ke berbagai ruas jalan sehingga akan ber-impact pada kemacetan di ruas jalan lain.

Hm... tadi pagi sih Bunda sempat berlinang air mata. he..he..  Padahal jauh hari sebelum Abi berangkat dinas, Bunda sangat support keberangkatan Abi ini, ya.. insyaALLAH untuk experience yang lebih kaya, untuk kariernya. Nah, pas hari ini, hari H keberangkatan Abi, ga tau kenapa jadi berlinang air mata (eits, tapinya dikit kok berlinangnya, ga sampe seember. he..he..). Hm.. mungkin karena kebayang akan sepi aja kali yah... Insya ALLAH kalo udah dijalanin, akan berasa cepat juga kali yah.

Bismillah, ayo kita lewati hari-hari dengan ada Abi nun jauh di seberang sana tetap dengan keceriaan!!!

Selamat bertugas ya Abi.. Moga lancar, berkah, dankita semua dilindungi ALLAH SWT. Amiin.
Powered By Blogger