Wednesday 14 September 2011

Bidadari-Bidadari Surga by Tere Liye

This is the story :)

 Bunda coba re-tell ya... tentunya dengan versi dan sudut pandang Bunda.

Bidadari-Bidadari Surga (kita singkat BBS ya...) menceritakan perjalanan hidup keluarga Mamak Lanuri. Tokoh yang ditonjolkan dan yang dijadikan BBS di sini adalah Kal Laisa.

Mamak Lanuri tinggal di lembah Lahambay. Ia menikah pertama kali dengan duda beranak satu usia enam bulan. Usianya waktu pertama menikah adalah 16 tahun. Duda itu diceritakan sebagai suami yang tidak bertanggung jawab. Kerjanya hanya mabuk, dan berjudi. Harta peninggalan keluarga Mamak Lanuri yang banyak itupun habis untuk digadaikan karena kebiasaan judinya. Istri pertama dari duda itu juga meninggal karena ulahnya.

Bayi bawaan duda itu bernama Laisa. Usianya enam bulan. Mamak Lanuri sayang sekali padanya, merawat bagai anak sendiri. Saat Laisa usianya dua tahun, duda itu meninggalkan Mamak dan Laisa. Mamak terus bertahan hidup, mengasuh Laisa, hingga tiga tahun kemudian, saat Laisa berusia sekitar enam tahun, Mamak menikah lagi.

Mamak Lanuri kemudian menikah lagi dengan Babak. Keluarga ini dikaruniai empat orang anak : Dalimunte, Ikanuri, Wibisana, Yashinta (btw, namanya kok panjang panjang yah. he..he..). Mereka hidup dalam kesederhanaan di Lembah Lahambay.

Keluarga ini dibesarkan dalam culture yang sangat baik : taat pada ALLAH (termasuk di dalamnya bersyukur, tidak mengeluh, sabar), suka bekerja keras, pantang mencuri, ringan tangan menolong sesama.

Saat Mamak sedang hamil anak keempat (yashinta), Babak Meninggal diterkam harimau di Gunung Kandeng. Sejak saat itu Mamak semakin bekerja keras memghidupi keluarganya, termasuk untuk menyekolahkan anak-anaknya. Sampai pada suatu waktu, Saat Laisa berumur sebelas tahun (kelas empat), Laisa meminta pada Mamak untuk berhenti sekolah. Hal itu dilakukan agar Dalimunte yang usianya tujuh tahun bisa masuk sekolah. Begitu pun dengan ketiga adiknya yang lain. Laisa sadar bahwa mamaknya tidak punya cukup uang untuk menyekolahkan mereka berlima. Dan karenanya Laisa mengalah dan memutuskan membantu Mamak.

Note : Hm... in the real world beneran ada ga sih... anak sebelas tahun udah bisa ngalah seperti ini dan berfikir dewasa kaya gini? Subhanallah... 2 thumbs up untuk yang mendidiknya.

Selanjutnya cerita mengalir dengan penggambaran keseharian hidup mereka. Buanyyaakk banget ceritanya. Ada jadwal rutin Mamak yang bangun pagi sekali, merebus gula aren, dan seterusnya, ada Dalimunte yang udah hobi bikin eksperimen kincir air untuk irigasi, ada Ikanuri dan Wibisana yang badung yang suka kabur bolos sekolah, ada Yashinta yang senang sekali tiap diajak jalan-jalan Laisa ke hutan.

Waktu berjalan, dengan kedisiplinan (mungkin tepatnya galak kali yah..) Laisa mendidik adik-adiknya menyelesaikan sekolah, semua adik-adiknya sukses menamatkan sekolah. Bahkan Dalimunte sudah meraih gelar Doktor dan Profesor, Yashinta lulus gelar master di Belanda, Ikanuri dan Wibisana (yang passion nya ngutak-ngatik mesin mobil) 'terpaksa' lulus S1 juga.

Oh ya... sebelum lupa. Bunda cerita dulu profil nya Laisa ini. Dia perempuan pekerja keras. Dia sangat dekat dengan alam. Dia sangat menyayangi adik-adiknya, bahkan rela berkorban untuk adik-adiknya. Perawakan tubuhnya tidak tinggi, agak gemuk, kulit gelap. Atau kalau dideskripsikan secara umum, Laisa bukan termasuk perempuan cantik (cantik dengan kriteria kulit putih, hidung bangir, rambut panjang, tinggi semampai, bisa meringkik.eh maaf, abis Bunda suka sebel sama stereotype perempuan cantik dengan definisi yang disebuttkan tadi.)

Saat semua adik-adiknya sudah mapan, Laisa pun sudah menunjukan eksistensi diri dan kesuksesannya di Lembah Lahambay itu. Kebun strawberry nya berhektar-hektar (hasil kerja kerasnya belajar bertanam strawberry dari kakak-kakak kuliah yang KKN), rumah Mamaknya sudah mulai diperbaiki, mengelola sekolah untuk anak-anak. Tapi... saat satu persatu adiknya menemukan tambatan hati, Laisa tak juga bertemu dengan jodohnya. Nah... bagian ini yang  ditulis sangat jujur dan natural, untuk semua tokoh-tokohnya. Hm.. kenapa Bunda concern di bagian ini, karena Bunda dikelilingi teman-teman yang sudah 'berumur' yang -pastinya atas kehendak ALLAH- belum bertemu jodohnya.

Sssttt... Bunda juga pernah berada di fase ini. he..he.. Dan pernah ada rasa ketidaknyamanan juga berada di fase ini. Tapi ALHAMDULILLAH, pas usia Bunda 27 tahun, doa Bunda dijawab ALLAH dengan menghadirkan seorang Abi yang ganteng, tinggi, gagah eh maksudnya Abi yang sholeh, lembut, perhatian, penyayang, humoris, senang bantu istri dan keluarga istri, generous, ga doyan buku dan baca. brand-minded untuk baju kaos dan celana jeans nya, ngefans manchester united, mantan drummer dengan temen-temen rumahnya, ha..ha.. ada sesuatu bangett deh antara Bunda dan Abi  (LOL)

Lanjoooottt....


Keempat adik Laisa ini, demi mengetahui pengorbanan Laisa yang begitu besarnya untuk mengantarkan mereka pada gerbang kesuksesan, enggan melintas (istilahnya ngelangkahin atau menikah duluan sebelum kakaknya menikah) Laisa. Nah, di sini Tere Liye mampu menggambarkan Laisa yang berimbang. Laisa yang diam-diam suka memandang kebun strawbery, yang berfikir juga tentang jodohnya, Laisa yang rasional yang ga mau mikirin apa yang dipikirin orang mengenai statusnya sebagai 'gadis tua', dan dari ke-rasionalan yang bijak iu kemudian lahir keikhlasan Laisa untuk dilintas oleh keempat adiknya. Ini kalimat yang Bunda suka dari laisa :

Buat  apa  kau memikirkan  apa  yang  dipikirkan  orang  atas  pernikahan  kau.  Buat  apa  kau  memikirkan  apa  yang  dipikirkan  orang  atas  Kakak-mu.  Buat  apa  kau  memikirkan
kekhawatiran,    rasa  cemas,    yang  sejatinya  mungkin  tidak  pernah  ada.  Hanya  perasan-
perasaan. Lihatlah, Kakak baik-baik saja.
Selain itu, di Bab 27, lebih detail lagi mengenai perasaan Laisa tentang kesendiriannya. Tapiiii bukan perasaan melankolis, cengeng, menye-menye lho. Ini perasaan yang hm... rasional, yang nyadar bahwa apapun stuasi Laisa sekarang, dia masih punya banyak hal yang musti disyukuri pada ALLAH. Selengkapnya, silakan baca sendiri yah....

Dalimunte, adiknya, enggan melintas Laisa. Bahkan sampai Cie Hui, wanita pujaan hatinya hendak berangkat ke China untuk dijodohkan oleh kerabat orang tuanya. Akhirnya Dalimunte pun melamar Laisa, last minute saat keluarga Cie Hui memasuki 'belalai pesawat'.

Ikanuri dan Wibisana pun 'terpaksa' melamar gadis pilihan mereka. Ini juga setelah Laisa mengatakan bahwa kalau keduanya ingin melihat Mamaknya -yang waktu itu sedang sakit- bahagia, maka segeralah menikahi gadis pilihan mereka itu.

Nah, untuk Yashinta, pernikahannya menjadi ending cerita pada ending kehidupan Laisa. Silakan dibaca sendiri di bab 44. Bab yang sukses membuat Bunda berlinang air mata.

Lalu, bagaimana dengan ikhtiar menjemput jodoh untuk Laisa?

Bunda seneng waktu ada bagian Laisa 'gagal' bertaaruf sama temannya Dalimunte, duda tanpa anak. Dikisahkan temannya Dalimunte itu adalah seniornya di kampus dulu. Orangnya  shalih, aktif di masjid kampus -please note this!!!-, dan mempunyai pandangan bahwa kriteria wanita pilihan untuk dijadikan istri adalah cantik akhlaknya. Dalimunte girang banget ada pria yang seperti ini. Menurutnya temannya ini cocok dengan Laisa yang salihah. Setelah membaca biodata Laisa dan melihat fotonya, temannya mengiyakan untuk bertemu Laisa. Namuuunnnn.... ketika bertemu, temannya itu menolak taaruf tersebut. Udah gitu, alasan yang dipakai harus pulang mendadak isi ceramah. 2 thumbs up buat tere Liye yang berhasil mengangkat fenomena ini di novelnya. Emang nyebelin. Hipokrit. Katanya mentingin akhlak n keshalihan, tapi mana dunkk... tetep aja cantik. tinggi semampai, kuning langsat bisa meringkik jadi kriteria pertama laki-laki, pun termasuk aktivis masjid kampus.

Di sini Tere Liye menggambarkan Dalimunte yang sebelll dengan temannya itu. Karena 3 kriteria perempuan yang baik menurut Nabi sudah ada pada Laisa : shalih, nasabnya baik, bermateri bagus (punya kebun strawbery 2000 hektar).  Ini ada di bab 29 ya.
"Bukankah  Kak  Laisa  'cantik'  seperti  yang  kau  sebutkan  selama  ini  dalam  ceramah-
ceramahmu. Apalagi  yang kurang!" Dalimunte  sedikit  tersinggung, berkata ketus esok pagi
saat menyuruh salah satu sopir perkebunan mengantar kenalannya tersebut kembali lebih dini
ke kota provinsi.
"Tapi maksudku, setidaknya cantik adalah menarik hati" 
Cuuaaapppeee deyyyy.

Lalu selanjutnya, Tere Liye mengangkat isu poligami. Laisa akan dijadikan istri kedua oleh temannya Dalimunte. Poligami karena disuruh istri pertama yang belum dikaruniai keturunan.Poligami yang 'terpaksa' dilakukan karena ingin menuruti perintah istri pertama, meski sangat berat menjalankannya. Akhirnya temannya itu setuju untuk melanjutkan proses taaruf. Tapiiii... saat yang bersamaan, ada kabar bahwa istri pertamanya hamil muda. Temannya pun mengurungkan niat berpoligami, bahkan walau istri pertamanya tetap menyuruh untuk poligami.

Nah, mungkin ini gambaran poligami yang 'indah' kali yeaa...

Yang terakhir adalah ada orang yang serius melamar Laisa. Semuanya nampak sempurna. Tapi ketahuan bahwa dia adalah buronan yang menikah karena untuk mengeruk harta istrinya.

Itulah yang bisa Bunda re-tell. Sorry, alurnya loncat-loncat dan acak-acak. Walaupun dengan gaya penceritaan alur campuran (ada mundur dan maju), cerita ini ga akan dilepas dari pertama kita membacanya.

Bunda suka dengan cerita ini karena :
1. Banyak lessons yang disampaikan : Taat pada ALLAH, kerja keras dan optimis, bersyukur, sayang keluarga, ringan tangan untuk membantu sesama, empati tinggi pada sesama.
2. Watak yang digambarkan pada tiap tokoh natural. Ada good and bad character.
Note : Bunda kurang suka kalau ada cerita yang tokohnya too good to be true.
3. Latar tempat dan waktunya detail.
4. Ga ada roman cinta menye-menye. he..he..
5. Bertaburan nasihat untuk pembaca tapi tidak mengurui. Terutama pelajaran mengenai syukur atas apa yang sudah dberikan ALLAH untuk kita.
Biasanya, kita seringnya mengeluh apa yang tidak kita unya, instead of mensyukuri apa yang ada pada kita, yang jumlahnya jaaauuuuhhhh lebih banyak.

Yang agak jadi pertanyaan Bunda nih :
1. Bunda belum nangkep latar belakan keempat kakak beradik ini bisa capcus menghentikan semua aktivitas mereka saat telepon dari Mamaknya (baik itu call atau SMS masuk).
Apa karena kabar 'darurat' bahwa Laisa sakit parah, atau memang ini menjadi culture keempat kakak beradik itu kalau ditelepon mamaknya pasti langsung meluncur ke TKP. Kalau menjadi culture keluarga ini, bagaimana cara mendidiknya? Sebab yang Bunda temukan (termasuk Bunda pribadi) terkadang hedonitas atau kesibukan duniawi untuk kepentingan kita pribadi seringnya mendapat posisi prioritas yang lebih tingi?
eh,,, ga penting juga sih pertanyaan Bunda, ga ganggu alur cerita kok. he..he.. Bunda wandering ajah.

2. Waktu Ikanuri dan Wibisana di Itali, lagi ada champions Juventus VS MU, ada umpatan 'sepakbola sialan' dari Ikanuri. Well, is that true or could that be happen? Cowok gitu lho... Di negeri surga bola... Merasakan crowdnya hingar bingar final piala champions?
Ini juga ga penting juga sih pertanyaan Bunda, ga ganggu alur cerita kok. he..he.. Bunda wandering ajah.

3. Endingnya Laisa meninggal karena kanker paru-paru stadium 4. Well, imagine... di area dengan udara bersih, gaya hidup sehat, fisik bergerak aktif, lalu ujug-ujug kena kanker paru-paru. Mungkin kalau dijelaskan ada 'habit' nya Laisa atau ada kondisi lingkungan yang bagaimana yang menyebabkan Laisa sakit kanker paru-paru, mungkin lebih enak kali ya. Emosi kita ga terlalu terguncang.
Hadeouuuhhh plis deyh Bunda.... bisanya comment ajah.
 
Yang kurang Bunda suka. Hm... apa yah... mungkin judulnya kali ya. BBS itu kok rasanya ngawang-ngawang banget, alias a bit fantasy, a bit imajiner getuh. It's too perfect to be presented, walaupun itu bisa ditemukan di sosok Laisa. Cuma... gimana ya??? Apa ini karena Bunda yang kurang imajinatif?

Overall, everyone must read the book. Kueeereen Abis. Standing applause buat Pak Tere Liye.

Ada sesuatu bangettt dengan buku ini.
[LOL tiap menuliskan 'sesuatu banget']

MK C4.

No comments:

Powered By Blogger