Monday 19 September 2011

Mendingan Buat Beli Beras

This is the story :)

Selepas Maghrib, kami berkumpul di ruang tengah. Ada Akung lagi duduk dengan bantal pijatnya, Uti sedang membereskan kuitansi pembayarantetek-bengek rumah, Azka lagi main, Tante Arie lagi wira-wiri ngeberesin keperluannya dinas ke Bogor, Rusyda yang juga sedang ngelihatin Azka main. Bunda di dekat Azka, duduk lesehan bersandar ke tembok sambil membaca buku barunya Tante Arie : Sahabat ... Salam Indonesia Bunga Rampai SMS Dr. Darwin Zahedy Saleh (2008 - 2011).

Bunda : De, bukunya gue baca duluan deh. Gue lagi ga ada bacaan nih, buat baca di motordaripada gue ngantuk.

Tante Arie : No respon

Akung : Itu loh... Prabowo nulis buku, terus terbit lagi bukunya Wiranto, terus ada lagi ga balasannya?
(Note : Akung emang kelihatan suka denan buku-buku yang beraroma politik / sejarah yang seperti ini).

Bunda : Yah Pak... Buku kaya begitu mah pusing doang, mendingan beli novel Pak. Novel klasik Jane Austen masih lebih bagus.

Uti (nyeletuk dengan asiknya) : Mendingan juga beli beras. Tuh beras abis tuh.

Bunda : Ha..ha.. Berarti profit aku jualan lulur buat beli beras dunk Bu.

Ya ampyuuunnn... emang common banget sih tipe ibu-ibu kaya Uti ini. Lebih prioritas dapur ngepul. Eh,  bukannya Bunda ga mentingin dapur ngepul lho... Tapi maksudnya, harusnya dapur dan 'bacaan' bisa in line derajatnya. Keduanya sama penting.Kalau Uti sih, dapur dan fashion yang inline. Tipe orang emang beda-beda ya :)

Merefleksi reaksi Uti yang kaya tadi, Bunda jadi ga heran kalau minat bangsa ini terhadap bacaan atau buku belumlah setinggi bangsa lain yang maju, apalagi sesuai dengan standar tuntunan islam.Dalam islam, membaca, dalam konteks membaca aksara atau mengamati alam, menjadi wahuy pertama surat Al Quran. membaca, seperti dua sisi mata uang dengan menulis. Dan di Al Quran pun Al 'Alaq mempunyai tandem, yaitu surat Al Qalam.

kalau bicara literatur islam, SUBHANALLLAH... merinding. Ambil aja satu contoh. Tafsir Fi Zhilalil Quran yang ditulis Sayyid Qutb. Cetakan sekarang ada 13 jilid, dan masing-masing jilid ada 630 an - 920 an halaman. SUBHANALLAH....Beliau menuliskan dalam jangka waktu sepuluh tahun selama di penjara sebelum akhirnya bertemu syahid di tiang gantungan.

Kalau menulis buku itu, mungkin analoginya seperti air yang dituang dari poci. Kalau mau menuang 100 ml, poci itu musti memiliki (minimal banget) 100 ml. Itu belum termausk adhesi-mya titik-titik air yang nempel di dinding poci, let's say 1 ml lah. Nah... bayangkan, apabila seorang Sayyid Qutb bisa menulis 13 jilid, dengan rata-rata 600 - 900 halaman, bagaimana dengan kedalaman ilmunya?

Itu Sayyid Qutb lho, hamba ALLAH yang shaleh...Bayangkan lagi, bagaimana kedalaman ilmu yang terkandung dalam Al Quran dan yang 'dijembreng'kan ALLAH di alam semesta ini, No words can describe it. 
QS Luqman (31) : 27
Dan seandainya seluruh pohon yang ada di bumi berubah menjadi pena, dan seluruh air laut yang sangat banyak itu menjadi tinta untuk digunakan untuk menuliskan ilmu Allah (kalimt), niscaya pena-pena itu akan rusak dan air laut itu akan habis sebelum habisnya ilmu Allah. Karena Allah Mahaperkasa, tidak ada sesuatu pun yang dapat mengalahkan-Nya; Mahabijaksana, tidak ada sesuatu pun yang keluar dari ilmu dan hikmah-Nya. Maka ilmu dan hikmah- Nya tidak akan ada habisnya. 
Inget juga lirik nasheed nya Gradasi :
How great our Lord creates it
Words can never can describe it
....
See... Jadi bagaimana kita mau belajar ilmu-ilmu ALLAH untuk lebih cinta padaNya, kalau disebut 'kunci' nya aja, yaitu membaca, kalah dengan urusan beras?

MK C3 - C4

No comments:

Powered By Blogger